LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN
KEANEKARAGAMAN ALGA DI PANTAI
KONDANG MERAK
Dosen Pengampu :
Drs. Sulisetjono, M.Si
Ainun Nikmati Laily, M.Si
Oleh :
Jauharotul Jannah (12620099)
Fina Syifa’una Musthoza (12620102)
Riadun Ni’mah (12620110)
Lailatul Rofi’ah (12620111)
Abdullah Jadid (12620114)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2013
KATA
PENGANTAR
Bismillahirramanirrahim.
Segala
puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang dengan anugrah-Nya sempurnalah
seluruh kebaikan. Shalawat dan salam semoga selalu terlantunkan untuk sang maha
guru kebaikan sekalian manusia, yaitu panutan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang yakni
agama Islam.
Laporan
KKL ini dapat terwujud atas bantuan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena
itu kami, sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Ibu Ainun Nikmati Laily, M.Si selaku dosen pembimbing
yang selalu membimbing serta memberikan
saran-saran kepada kami.
2.
Orang tua serta saudara-saudara yang telah memberikan
semangat, dorongan, serta bantuan moril maupun materiil hingga terselesaikannya
laporan ini.
3.
Pembaca yang bersedia meluangkan waktunya untuk membaca
laporan ini.
Penulis menyadari dalam penulisan laporan KKL ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kekeliruan sehingga penulis mengaharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari semua pihak.
Akhirnya, penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kita
semua.
Amin Ya Robbal
Alamin.
Malang, 19 Oktober
2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alga merupakan tumubuhan yang belum
memilki akar, batang dan daun sejati, tetapi sudah memiliki klorofil sehingga
bersifat autotrof. Alga hidup ditempat-tempat yang berair, baik air tawar
maupun air laut salah satunya di Perairan Kondang Merak Malang Selatan. Alga
atau ganggang merupakan sumber daya nabati sebagai bahan kebutuhan hidup manusia
Pantai Kondang Merak
merupakanpantai yang tertutup dari masyarakat luar,bahkan di sebut pantai kota
Malang yang terbuang. Terdiri atas sejumlah penduduk yang kehidupan
sehari-harinya sangat bergantung pada
sumber daya alam yang terdapat di pantai.
Menurut Sulisetjono (2009)
pengetahuan mengenai sel-sel alga, dinding sel, inti, pembelahan, struktur
flagel bertambah dengan cepat, khususnya dengan digunakannya teknik-teknik
pengamatan yang baru semacam fotografi dengan sinar X, mikroskop elektron, dan sebagainya.
Hasil kerja Kylin, Papenfuss, Feldman, dan Svedelius menghasilkan ide-ide baru
dalam klasifikasi Phaeophyceae dan Rhodophyceae.
Kelas Phaeophyceae dan Rhodophyceaesecara
morfologi dan anatomi diferensiasinya sudah memilki tingkat lebih tinggi di
bandingkan dengan alga yang lain. Maka dari itu, perlu dilaksanakannya Kuliah
Kerja Lapangan ini. Hal ini dikarenakan supaya mahasiswa tidak hanya memahami
pada tataran konsep saja, akan tetapi mengerti pada aplikasinya serta
mengetahui langsung hal-hal yang biasa dibicarakan oleh Dosen dan buku di dalam
kelas terutama hal habitat alga itu sendiri.
1.2 Tujuan
Tujuan diadakannya Kerja Kuliah
Lapangan ini adalah:
1. Untuk mengetahui alga yang berhabitat di zona pasang
surut Pantai Kondang Merak Malang Selatan khususnya Cryptonemia undulata
dan Turbinaria ornata.
2. Untuk mengidentifikasi makroalga Cryptonemia
undulata dan Turbinaria ornate yang berada
di Pantai Kondang Merak.
1.3
Manfaat
Hasil dari Kerja Kuliah Lapangan ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang dunia laut, sebagai informasi
bagi para produsen tentang dunia laut serta dapat memberikan pemahaman bagi mahasiswa tentang makroalga Cryptonemia undulata dan Turbinaria
sp yang ada di Pantai Kondang Merak.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1 RHODOPHYTA
Rhodophyta adalah alga berwarna merah.
Warna merah pada Rhodophyta dikarenakan oleh cadangan fikorietrin yang lebih
dominan dibanding
pigmen lain. Rhodophyta juga memiliki pigmen lain yaitu klorofil, karotenoid
dan pada jenis tertentu terdapat fikosianin (Marianingsih, 2013).
Meskipun namannya seperti itu, tidak
semua Rhodophyta berwarna merah. Spesies yang beradaptasi di kedalaman
air yang berbeda, berbeda pula perbandingan pigmen asesorisnya. Rhodophyta
warnanya hampir hitam di laut dalam, merah cerah pada kedalaman sedang, dan
menjadi kehijauan pada air yang sangat dangkal karena lebih sedikit fikoeritrin
yang menutupi kehijauan klorofil. Beberapa spesies tidak memiliki semua
pigmentasi tersebut dan berfungsi secara heterotrof sebagai parasit pada alga
merah lainnya (Campbell, 2003).
Rhodophyta hanya mempunyai
satu kelas yaitu Rhodophyceae dengan anak kelas Bangiophycidae dan
Florideophycidae. Kedua anak kelas dibedakan berdasarkan pada kelompok.
Florideophycidae terdapat noktah sedangkan Bangiophycidae tidak ada. Tetapi
menurut Sabbitthah (1999) sekarang telah ditemukan hubungan noktah dan
pertumbuhan apikal pada beberapa anggota dari Bangiophycidae di salah satu
stadium dalam daur hidupnya, yaitu stadium Conchoselis (suatu stadium
filamentik dari Bangiophycidae yang berada di dalam cangkang kerang).
Sebaliknya pada beberapa Florideophycidae, misalnya Delleseriaceae (bangsa
Ceramiales) dan Corallinaceae (bangsa Cryptonemiales) tidak ditemukan daur
hidup yang trifasik, maka dengan alasan tersebut di atas kedua anak kelas tadi
telah dihapus hingga pembagiannya langsung ke bangsanya (Loveless, 1989).
Habitat
Pada umumnya hidup di lingkungan air laut, tetapi beberapa ada yang hidup di air tawar, contoh: Batrachospermum. Distribusi luas di seluruh dunia, sebagian besar tumbuh pada batu-batuan karang, beberapa jenis juga epifit pada tumbuhan air kelompok tumbuhan tinggi (Angiosperm) atau pada Rohodophyta yang lain, Phaeophyceae, dan Chlorophyceae (Loveless,1989).
Pada umumnya hidup di lingkungan air laut, tetapi beberapa ada yang hidup di air tawar, contoh: Batrachospermum. Distribusi luas di seluruh dunia, sebagian besar tumbuh pada batu-batuan karang, beberapa jenis juga epifit pada tumbuhan air kelompok tumbuhan tinggi (Angiosperm) atau pada Rohodophyta yang lain, Phaeophyceae, dan Chlorophyceae (Loveless,1989).
Susunan Tubuh
Talus dari alga
ini bervariasi mengenai bentuk tekstur dan warnanya. Bentuk talus ada yang
silindris, pipih dan lembaran. Rumpun yang terbentuk oleh berbagai sistem
percabangan ada yang tampak sederhana berupa filament dan ada pula yang berupa
percabangan yang komplek. Warna talus bervariasi merah, ungu, coklat, dan hijau
(Loveless, 1989).
Susunan Sel
Pada umumnya dinding sel terdiri
dari dua komponen fibriler awan membentuk rangka dinding dan komponen non
fibriler berbentuk matriks. Tipe umum dari komponen fibriler mengandung
selulosa, sedangkan non fibriler tersusun dari galaktan atau polimer dan
galaktosa seperti agar, karaginin porpiran (Pandey,1995).
Cadangan makanan pada Rhodophyceae
adalah karbohidrat yang tersimpan dalam bentuk granula yang terletak dalam sitoplasma.
Granula akan berwarna merah apabila di uji
dengan potassium iodide dan disebut tepung floridean.
Cadangan makanan lain adalah florodosida. Keistimewaan
dan sifat lain Rhodopyceae adalah tidak ada sel yang dilengkapi alat gerak (Pandey,
1995).
Pembagian Anak Kelas Rhodophyta
1) Anak kelas bangieaea (protofloroda)
Talus
berbentuk benang, cakram atau pita dengan tidak ada percabangan yang beraturan.
Pembiakan vegetatif dengan monospora yang dapat memperlihatkan gerakan ameboid.
Anteridium menghasilkan gamet jantan yang disebut spermatium. Dalam golongan
ini termasuk suku Bangiaceae, yang membawahi antara lain ganggang tanah Porpyridium
cruentum dan ganggang laut Bangia artropurpurea.
2) Anak kelas floridae
Talus
ada yang masih sederhana, tapi umumnya hampir selalu bercabang-cabang dengan
beraturan dan mempunyai beraneka ragam bentuk, seperti benang,
lembaran-lembaran. percabangannnya menyirip atau menggarpu. Tiap anteridium
menghasilkan satu gamet betina yang oleh karena tidak dapat bergerak tidak
dinamakan spermatozoid tetapi spermatium. Gametangium betina dinamakan
karpogonium, terdapat pada ujung-ujung cabang lain daripada cabang talus yang
mempunyai anteridium. Suatu karpogonium terdiri atas satu sel panjang, bagian
bawahnya membesar seperti botol, bagian atasnya berbentuk gada atau benang dan
dinamakan trikogen.
Florideae
dibagi
dalam sejumlah bangsa, diantaranya yaitu:
1.
Bangsa Nemalionales, termasuk suku Helminthocladiacae
yang antara lain mencakup Batrachospeermum moniliforme, Bonnemisonia
humifera.
2.
Bangsa Gelidiales, termasuk suku
Gelidiaceae, misalnya Gelidium cartilagineum dan Gelidium lichenoides,
terkenal sebagai penghasil agar-agar.
3.
Bangsa Gigartinales, kebanyakan
terdiri atas ganggangang laut. Yang penting ialah suku Gigartinaceae dengan
dua warganya yang menghasilkan bahan yang berguna, ialah Chondruscrispus dan
Gigartina mamillosa, penghasil karagen atau lumut islandia yang berguna
sebagai bahan obat.
4.
Bangsa Nemastomales, dari bangsa ini
perlu disebut suku Rhodophyllidaceae yang salah satu warganya terknal
sebagai penghasil agar-agar, yaitu Euchema spinosum. Suku Sphaerococaceae,
juga mempunyai anggota-anggota yang merupakan penghasil agar-agar pula,
diantaranya Gracilaria lichenoides dan berbagai jenis yang termasuk
marga Sphaerococcus.
5.
Bangsa Ceramiales, dalam bangsa ini
termasuk antara lain suku Ceramiaceae di dalamnya. Contoh, Callithamnion
corymbosum.
Pada
warga Floridaea lainnya terdapat pergiliran antar tiga keturunan dalam daur
hidupnya yaitu:
·
Gametofit yang haploid, yang mempunyai
anteridium dan karpogonium.
·
Karposporofit yang diploid, mengeluarkan
karpospora diploid.
·
Tetrasporofit, yang habitusnya menyerupai
gametofit (keturunan pertama), akan tetapi tidak mempunyai alat-alat seksual
melainkan mempunyai sporangium yang masing-masing mengeluarkan 4 spora
(tetraspora).
Reproduksi
Rhodopyceae dapat melakukan reproduksi secara vegetatif, yaitu dengan fragmentasi talusnya. Akan tetapi cara demikian ini hanya terdapat pada beberapa jenis tertentu saja. Rhodopyceae membentuk satu atau beberapa macam spora yang tidak berflagel yaitu karpospora, spora netral, monospora, bispora, tetraspora, atau polispora. Karpospora adalah spora yang terbentuk secara seksual, spora ini terbentuk secara langsung atau tidak langsung dari zigot. Spora-spora lainnya adalah spora aseksual. Spora netral adalah spora yang terbentuk langsung dari sel vegetative yang mengalami metamorfosa. Monospora adalah spora yang terbentuk dalam sporangium yang hanya menghasilkan satu spora saja (Taylor, 1960).
Rhodopyceae dapat melakukan reproduksi secara vegetatif, yaitu dengan fragmentasi talusnya. Akan tetapi cara demikian ini hanya terdapat pada beberapa jenis tertentu saja. Rhodopyceae membentuk satu atau beberapa macam spora yang tidak berflagel yaitu karpospora, spora netral, monospora, bispora, tetraspora, atau polispora. Karpospora adalah spora yang terbentuk secara seksual, spora ini terbentuk secara langsung atau tidak langsung dari zigot. Spora-spora lainnya adalah spora aseksual. Spora netral adalah spora yang terbentuk langsung dari sel vegetative yang mengalami metamorfosa. Monospora adalah spora yang terbentuk dalam sporangium yang hanya menghasilkan satu spora saja (Taylor, 1960).
Menurut Romimohtarto
(2001) reproduksi gametik pada Rhodopyceae berbeda dengan golongan alga lainnya
dan untuk struktur yang berkaitan dengan reproduksi ini, mempunyai erminology
tersendiri. Alat kelamin jantan disebut spermatangium, sel kelamin jantan tidak
berflagella disebut spermatium, dalam satu spermatangium hanya dibentuk satu
spermatium saja. Alat kelamin betina disebut karpogonium yang terdiri dari satu
sel yang di bagian ujung distalnya terdapat tonjolan yang disebut trikhogin,
inti terdapat di bagian dasar dari karpogonium. Spermatium yang dibebaskan dari
spermatangium terbawa gerakan air sampai trikhogin. Pada tempat menempelnya
spermatium terbentuklah lubang kecil sehingga inti dari spermatium dapat masuk
ke dalam trikhogin dan berimigrasi ke bagian dasar dari karpogium di mana inti
karpogium berada. Kedua inti bersatu dan terbentuklah zygot. Rhodophyceae yang
tinggi tingkatannya mempunyai daur hidup dengan pergantian keturunan yang
bifasik dan trifasik.
Peranan
Alga
merah jenis tertentu dapat menghasilkan agar yang dimanfaatkanantara lain
sebagai bahan makanan dan kosmetik, misalnya Eucheuma spinosum.Di beberapa
negara, misalnya Jepang, alga merah ditanam sebagai sumber makanan. Selain itu
juga dipakai dalam industri agar, yaitu sebagai bahan yang dipakai untuk
mengeraskan atau memadatkan media pertumbuhan bakteri. Beberapa alga merah yang
dikenal dengan sebutan alga koral menghasilkan kalsium karbonat didinding
selnya. Kalsium karbonat ini sangat kuat dalam mengatasi terjangan ombak.
Kelebihan ini menjadikan alga koral memiliki peran pentingdalam pembentukan
terumbu karang.
Selain
itu alga merah dapat menyediakan makanan dalam jumlah banyak bagi ikan dan
hewan lain yang hidup di laut. Jenis ini juga menjadi bahan makanan bagi
manusia misalnya Chondrus crispus (lumut Irlandia) dan beberapa genus Porphyra.
Chondrus crispus dan Gigortina mamilosa menghasilkan karagen yang dimanfaatkan
untuk penyamak kulit, bahan pembuat krem, dan obat pencuci rambut. Alga merah
lain seperti Gracilaria lichenoides, Euchema spinosum, Gelidium dan Agardhiella
dibudidayakan karena menghasilkan bahan serupa gelatin yang dikenal sebagai
agar-agar. Gel ini digunakan oleh para peneliti sebagai medium biakan bakteri
dan fase padat pada elektroforesis gel, untuk pengental dalam banyak makanan,
perekat tekstil, sebagai obat pencahar (laksatif), atau sebagai makanan
penutup.
2.2 PHAEOPHYTA
Ciri-ciri Umum Phaeophyta
Phaeophyta
adalah salah satu ganggang yang tersusun atas zat warna atau pigmentasinya. Phaeophyta
adalah alga bewarna coklat. Warna coklat dikarenakan oleh pigmen fikosantin
yang dominan. Phaeophyta juga mengandung pigmen lain yaitu klorofil a dan b,
karoten serta xantofil. Phaeophyta adalah alga yang mempunyai ukuran lebih
besar apabila dibandingkan Chlorophyta dan Rhodophyta(Marianingsih,2013).
Bentuk
tubuhnya seperti tumbuhan tinggi. Ganggang coklat ini mempunyai talus (tidak
ada bagian akar, batang dan daun), terbesar diantara semua ganggang, ukuran
talusnya mulai dari mikroskopik sampai makroskopik dan kebanyakan bersifat
autotrof.Tubuhnya selalu berupa talus yang multiseluler yang berbentuk filamen,
lembaran atau menyerupai semak (pohon) yang dapat mencapai beberapa puluh
meter, terutama jenis-jenis yang hidup didaerah beriklim dingin.
Pheophyta
hanya mempunyai satu kelas yaitu Phaeophyceae. Phaeophyceae pada umumnya hidup
di laut, hanya beberapa jenis saja yang hidup di air tawar. Sebagian besar
Phaeophyceae merupakan unsur utama yang menyusun vegetasi alga di lautan Artik
dan Antartika, tetapi beberapa marga seperti Dictyota, Sargassum, dan
turbinaria merupakan alga yang khas untuk lautan daerah tropis. Kebanyakan
Phaeophyceae hidup sebagai litofit, tetapi beberapa jenis dapat sebagai epifit
atau endofit pada tumbuhan lain atau alga makroskopik yang lain (Bold, 1978).
Habitat
Alga coklat ini umumnya tinggal di laut, hanya ada beberapa
jenis saja yang hidup di air tawar yang agak dingin dan sedang, terdampar
dipantai, melekat pada batu-batuan dengan alat pelekat (semacam akar). Bila di
laut yang iklimnya sedang dan dingin, talusnya dapat mencapai ukuran besar dan
sangat berbeda bentuknya. Ada yang hidup sebagai epifit pada talus lain. Tapi
ada juga yang hidup sebagai endofit. Di daerah subtropis, alga cokelat hidup di
daerah intertidal, yaitu daerah literal sampai sublitoral. Di daerah tropis,
alga cokelat biasanya hidup di kedalaman 220 meter pada air yang jernih.
Susunan Tubuh
Pada umumnya
Phaeophyceae memiliki tingkat lebih tinggi secara morfologi dan anatomi
diferensiasinya dibandingkan keseluruhan alga. Tidak ada bentuk yang berupa sel
tunggal atau koloni (filamen yang tidak bercabang). Susunan tubuh yang paling
sederhana adalah filamen heterotrikus. Struktur talus yang paling komplek dapat
dijumpai pada alga perang yang tergolong kelompok (Nereocystis, Macricystis,
Sargassum). Pada alga ini terdapat diferensiasi eksternal yang dapat
dibandingkan dengan tumbuhan berpembuluh. Talus dari alga ini mempunyai alat
pelekat menyerupai akar, dan dari alat pelekat ini tumbuh bagian yang tegak
dengan bentuk sederhana atau bercabang seperti batang pohon dengan cabang yang
menyerupai daun dengan gelembung udara (Bold, 1978).
Susunan Sel
Dinding sel dari semua
Phaeophyceae mempunyai dinding dengan lapisan bagian dalam dan lapisan bagian
luar yang mengandung asam alginat dan asam fusinat. Bentuk kloroplas pada
kelompok yang rendah adalah bentuk bintang dan lembaran axiler, tetapi pada
kelompok yang tinggi berbentuk lembaran parietal dan cakram. Cadangan makanan pada Phaeophyta
berupa laminarin, yaitu sejenis karbohidrat yang menyerupai dekstrin yang lebih
dekat dengan selulose dari pada zat tepung.selain laminarin juga ditemukan
manitol minyak dan zat-zat lainnya. Alat gerak pada Phaeophyceae pada umumnya berupa flagella yang
letaknya lateral berjumlah dua dengan ukuran yang berbeda (Bold, 1978).
Reproduksi
Menurut Dawes (1990) reproduksi dapat dilakukan secara vegetatif, sporik, dan gametik. Reproduksi vegetatif umumnya dilakukan dengan fragmentasi talus. Reproduksi secara sporik melakukan zoospora atau aplanospora yang masing-masing tidak berdinding. Zoospora dibentuk dalam sporangium bersel tunggal (unilokular) atau bersel banyak (plurilokular). Perkembangan dari sporangia yang unilokular dimulai dengan membesarnya sel terminal dari cabang yang pendek. Sporangia terdapat inti tunggal yang mengalami pembelahan meiosis diikuti dengan pembelahan mitosis. Ketika pembelahan inti berhenti, terjadilah celah yang membagi protoplas menjadi protoplas yang berinti tunggal. Masing-masing protoplas mengalami metamorphose menjadi zoospora. Alat reproduksi yang prulilokular juga terbentuk dari sel terminal dari cabangnya. Sel ini mengadakan pembelahan transversal berulang-ulang sehingga terbentuk sederetan sel yang terdiri dari 6-12 sel. Pembelahan sel secara vertikal dimulai dari sel yang letaknya di tengah.
Menurut Dawes (1990) reproduksi dapat dilakukan secara vegetatif, sporik, dan gametik. Reproduksi vegetatif umumnya dilakukan dengan fragmentasi talus. Reproduksi secara sporik melakukan zoospora atau aplanospora yang masing-masing tidak berdinding. Zoospora dibentuk dalam sporangium bersel tunggal (unilokular) atau bersel banyak (plurilokular). Perkembangan dari sporangia yang unilokular dimulai dengan membesarnya sel terminal dari cabang yang pendek. Sporangia terdapat inti tunggal yang mengalami pembelahan meiosis diikuti dengan pembelahan mitosis. Ketika pembelahan inti berhenti, terjadilah celah yang membagi protoplas menjadi protoplas yang berinti tunggal. Masing-masing protoplas mengalami metamorphose menjadi zoospora. Alat reproduksi yang prulilokular juga terbentuk dari sel terminal dari cabangnya. Sel ini mengadakan pembelahan transversal berulang-ulang sehingga terbentuk sederetan sel yang terdiri dari 6-12 sel. Pembelahan sel secara vertikal dimulai dari sel yang letaknya di tengah.
Reproduksi gametik dilakukan secara isogami, anisogami, dan
oogami. Gamet bisanya dibentuk dalam gametangia yang plurilokulrer atau yang
unilokuler pada gametofit. Zigot yang terbentuk tidak mengalami masa istirahat
dan langsung membentuk sporofit setelah terlepas dari gametofit. Pada beberapa
bangsa seperti Laminariales reproduksi bersifat oogami. Anterdium bersifat
plurilokuler misalnya pada Dictyota dan unilokuler pada Laminaria (Dodge,
1973).
Klasifikasi Phaeophyta
1.
Kelas Isogeneratae
Isogeneratae ini memiliki siklus hidup dengan pergantian
isomorfik generasi. Pertumbuhan talus yang mungkin trichothallic, kabisat, atau
ketat apikal. Generasi sporophytic dapat menghasilkan zoospora, aplanospore,
atau spora netral. Reproduksi seksual dari gametofit mungkin isogamous,
anisogamous, atau oogamous. Kelas ini dibagi menjadi lima ordo, yaitu ordo Ectocarpales,
Sphacelarialis, Tilopteridales, Cutleriales, dan Dictyotales yang berbeda dari
satu sama lain dalam struktur vegetatif, modus pertumbuhan, dan struktur organ
reproduksi.
2.
Kelas Heterogeneratae
Heterogeneratae yang memiliki pergantian heteromorphic dari
generatioans dan satu di mana sporophyte selalu lebih besar dari gametofit.
Sporophyte biasanya ukuran makroskopik dan mempunyai bentuk tertentu;
gametophytes selalu berfilamen dan ukuran mikroskopis. Sporophytes dari
Heterogeneratae dapat menghasilkan baik zoospora atau spora netral. Reproduksi
gametophytes mungkin isogamous, anisogamous, atau oogamous. Menurut struktur
vegetatif dari sporophytes Heterogeneratae dibagi menjadi dua subclass yaitu
subclass Haplostichineae dan Polystichineae.
3.
Kelas Cyclosporeae
Cyclosporeae ini memiliki siklus hidup yang di dalamnya
tidak ada pergantian hidup bebas generasi multiseluler. Talusnya adalah
sporophyte, dan satu dengan spora yang dihasilkan oleh fungsi unilokular
sporangia secara langsung sebagai gamet. Gamet serikat selalu dari jenis
oogamous. Sporangianya adalah Boren whitin rongga khusus (conceptacles).
Conceptacles mungkin terbatas pada tips meningkat dari bercabang (wadah).
Selnya membentuk alat kelamin yang disebut konseptakel jantan dan konseptakel
betina. Di dalam konseptakel jantan terdapat Anteridium dan di dalam
konseptakel betina terdapat oogonium yang menghasilkan ovum. Spermatozoid
membuahi ovum yang menghasilkan zigot.
Kelas Cyclosporeae hanya memiliki satu bangsa yaitu Fucales,
contoh marga lain misalnya sargassum yang terapung atau melekat pada bebatuan,
memiliki gelembung, perkembangbiakan dengan fragmentasi dan hidup di lautan
tropika. Fucus mnelekat pada bebatuan, memiliki gelembung, berkembangbiak
dengan fragmentasi talus, dan hidup di semua lautan.
Daur hidup
Pada Phaeophyceae terdapat tiga tipe adaur
hidup, yaitu:
1.
Tipe isomorfik
Yaitu
fase dimana sporofit dan gametofit morfologinya identik. Pada fase ini
gametofit dan sporofit mempunyai bentuk dan ukuran yang relatif sama antara
yang satu dengan yang lainya. Contoh: Ectocarpales
dan Dictyotales.Ectocarpales
mempunyai pergantian keturunan yang isomorf dan mempunyai tubuh yang berbentuk
filamen yang bercabang membentuk jaringan pseudoparenkimatik. Sporofit
mengeluarkan zoospora dan spora netral, sedang gametofit membentuk gamet yang
isogami dan anisogami.
2.
Tipe Heteromorfik
Yaitu
fase dimana sporofit dan gametofit morfologinya berbeda. Pada tipe ini,
sporofit berkembang dengan baik dan berukuran makroskopik, sedangkan
gametofitnya berukuran mikroskopik. Bentuk filamen yang lain hanya terdiri dari
beberapa sel saja. Misalnya, anggota yang tergolong dalam bangsa Laminariales.
Anggota dari beberapa laminaries mempunyai pergantian keturunan yang
heteromorfik dengan sporofit yang selalu lebih besar dari pada gametofitnya
yang ukurannya selalu mikroskopik. Dari marga ke marga gametofik ini identik
satu sama lainya, sehingga yang tampak di lapangan adalah sporofitnya.
Pengetahuan yang menyangkut gametofik dari ganggang ini diperoleh dengan
menggunakan kultur yang dimulai dari zoospora yang dikeluarkan oleh sporanya
yang unilokular. Pada umumnya nerupakan jenis tahunan. Sporofit terbagi menjadi
alat pelekat, tangkai dan helaian. Alat pelekat umumnya merupakan cabang-cabang
yang dikotom disebut haptera. Tangkai tidak bertangkai, silindris atau agak
memipih, diujung tangkai ini terdapat helaian yang utuh atau berbagi vertikal
menjadi beberapa segmen. Tangkai terdiri dari medula (bagian tengah) dan
korteks (bagian tepi) dikelilingi selapis sel menyerupai epidermis.
3.
Tipe Diplontik
Tipe
ini tidak menunjukkan adanya pergantian keturunan. Siklus hidupnya bersifat
diplontik. Fase haploid hanya terdapat pada gametnya. Contoh: Fucales. Diantara jenis-jenis
Phaeophyceae, golongan fucales ini adalah unik karena tidak mempunyai keturunan
yang membentuk spora. Disini hanya ada satu keturunan yaitu tubuh yang diploid,
dengan demikian tidak mempunyai pergantian keturunan. Meiosis terjadi sebelum
gametogénesis, jadi yang bersifat haploid hanya gametnya. Adapula yang
menganggap keturunan yang diploid tadi sebagai sporofit dan spora yang
dihasilkan sporangianya akan berfungsi sebagai gamet. Gamet jantan (anterozoid)
berflagella dua buah yang letaknya dibagian lateral yang dibentuk dalam
anteredium. Gamet betina berupa sel telur yang dibentuk dalam oogonium. Jadi
perkembangbiakannya secara oogami. Anteredium atau oogonium dibentuk dalam
konseptakel. Pada umumnya terkumpul dalam satu cabang yang menggelembung,
cabang-cabang ini disebut reseptakel. Bangsa ini terdiri dari tiga suku yaitu: Fucaeae, Cystoseiraceae, dan Sargasseaceae.
Peranan
Peranan Phaeophyta dalam kehidupan yaitu (Iqbal, 2008):
1. Phaeophyta
dapat dimanfaatkan dalam industry makanan.
2. Phaeophyta
sebagai sumber alginat banyak dimanfaatkan dalam dunia industri tekstil untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas bahan industri, kalsium alginat digunakan
dalam pembuatan obat-obatan, senyawa alginat juga banyak digunakan dalam produk
susu dan makanan yang dibekukan untuk mencegah pembentukan kristal es. Dalam
industri farmasi, alginat digunakan sebagai bahan pembuat bahan biomaterial
untuk teknik pengobatan.
3. Phaeophyta
dapat digunakan sebagai pupuk organik karena mengandung bahan-bahan mineral
seperti potassium dan hormom seperti auxin dan sylokinin yang dapat
meningkatkan daya tumbuh tanaman untuk tumbuh, berbunga dan berbuah.
4. Sargassum
polycystum merupakan sumber penghasil alginat. Alginat merupakan polimer
organik yang tersusun dari dua unit monomer yaitu L-asam guluronat dan D-asam
manuronat. Polimer alginat yang bersifat koloid, membentuk gel, dan bersifat
hidrofilik menyebabkan senyawa ini dimanfaatkan sebagai emulsifying agent,
thickening agent, dan stabilizing agent.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Study
lapangan keanekaragaman alga ini dilaksanakan pada hari sabtu dan minggu pada tanggal 12-13 Oktober 2012. Pengamatan alga dilakukan pada sore hari pukul
15.30-16.00 WIB dan juga pagi hari sekitar
pukul 05.00 WIB. Pengamatan alga ini bertempat di daerah Malang
bagian selatan, tepatnya di pantai Kondang Merak yang berada di Kecamatan
Bantur, Kabupaten Malang.
3.2 Alat dan Bahan
3. 2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Alat tulis
3. 2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Alat tulis
2) Buku
Panduan
3) Ice box
4) Alat
dokumentasi
5)
Plastik
6)
Toples
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Sampel makroalga
2) Larutan herbarium (aquades+
formalin)
3) Es batu
4) Kertas label
2.3 Cara Kerja
Langkah-langlah yang harus dilakukan pada penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1.
Dilakukan penelitian
1 pada sore hari
2.
Diukur alga
yang ditemukan dengan menggubakan
penggaris
3.
Diambil
gambar alga pada habitat aslinya dengan menggunakan camera dan sebagian alga
diambil dari habitatnya untuk di identifikasi
4.
Dimasukkan
semua jenis alga yang ditemukan ke dalam ice box
5.
Di hari kedua, Di identifikasi spesies alga yang
ditemukan
6.
Di beri
label pada kertas folio, kemudian di foto dan dimasukkan kedalam plastik
kemudian di beri label kembali
7.
Di masukkan
kembali ke dalam ice box
8.
Diawetkan
dengan formalin 5%
9.
Dimasukkan
alga ke dalam toples dan diberi label nama spesies pada masing-masing toples
yang telah disediakan

HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Cryptonemia
undulata
4.1.1 Gambar hasil pengamatan
Gambar hasil pratikum
|
Gambar Literatur
|
![]()
http://is.gd/hdR2Sn
![]() |
Keterangan:
Warna talus : merah
Tallus : berbentuk helaian
Bagian-bagian : tallus, holdfast, blade dan stipe
Habitat : air laut
4.1.2
Klasifikasi
Kingdom:
Plantae
Divisi: Rhodophyta
Kelas: Rhodophyceae
Ordo:
Cryptonemiales
Famili:
Cryptonemiceae
Genus:
Cryptonemia
` Spesies: Cryptonemia undulata
4.1.3 Pembahasan
Dari pengamatan yang telah dilakukan oleh pratikan Cryptonemia undulate memiliki talus berwarna merah
memudar , mempunyai
membran dan tulang rawan, dengan sangat
berombak cabang atas, lateral bercabang tidak teratur,
berbentuk
lembaran, dengan batang
bercabang panjang 1-10 cm dan 1-2 mm luas terbentuk oleh hilangnya lamina dari
pelepah yang meluas ke bagian bawah daun ; proliferations dari pelepah umum.
Holdfast diskoid ke kerucut, 2
stellata sel tidak ada atau langka, pelepah dibentuk oleh perkembangan baris
vertikal sel dari sel-sel korteks luar.
Menurut literatur Geraldton,
W (1994)
sesuai dengan pengamatan bahwa Cryptonemia undulata memiliku talus berwarna
merah memudar, mempunyai membran dan
tulang rawan, tinggi talus 5-22 cm, dengan sangat berombak cabang atas, lateral
bercabang tidak teratur, luas 5-10 mm , 80-180, berbentuk lembaran, dengan
batang bercabang panjang 1-10 cm dan 1-2 mm luas terbentuk oleh hilangnya
lamina dari pelepah yang meluas ke bagian bawah daun; proliferations dari
pelepah umum. Holdfast diskoid ke kerucut , 2 stellata sel tidak ada atau
langka, pelepah dibentuk oleh perkembangan baris vertikal sel dari sel-sel
korteks luar, habitat di laut dalamnya 1
m-38 m.
Reproduksi secara seksual thallus secara fragmentasi,
alat reproduksinya terdapat pada gamet
betina cabang yang atas, timbul dalam medula luar. Carpogonial cabang
disambut ampulla kecil, dengan 1-5 filamen sekunder . Disambut ampullae
Auxiliary sel yang lebih besar, dengan beberapa filamen sekunder panjang
menjangkau hampir ke permukaan talus. Carposporophytes 80-160 m dengan sel
basal gigih tambahan , sedikit penutup dan ostioles kecil. Spermatangia tidak
diamati. Tetrasporangia jarang tersebar di korteks luar dalam jaringan sel 3-4
beraturan tebal dikembangkan dari sel-sel asli luar kortikal, 20-30 m panjang
dan 8-12 (-15) m diameter, tidak teratur cruciately dibagi (Geraldton, 1994).
4.2 Turbinaria ornata
4.2.1 Gambar
hasil pengamatan
Gambar hasil pratikum
|
Gambar literatur
|
![]() |
![]()
(Bold, 1978)
|
Keterangan:
Warna talus : merah
Tallus : berbentuk helaian
Bagian-bagian : tallus, holdfast, blade dan stipe.
Habitat : air laut
4.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Turbinaria
ornata menurut Bold (1978):
Kingdom : Plantae
Divisi : Phaeophyta
Class : Phaseophyceae
Ordo : Fucales
Family :
Sargassaceae
Genus : Turbinaria
Spesies : Turbinaria
ornata
4.2.3 Pembahasan
Turbinaria ornata memiliki
struktur thalus agak keras atau kaku, tebal, serta tubuh yang
tegak. Thalusnya bulat pada batang dan gepeng pada cabang. Perbedaan
dengan jenis lainnya, jenis ini memiliki blade yang umumnya seperti
corong dengan pinggir bergerigi. Karakteristik jenis ini adalah pinggir bladeya
membentuk bibir dengan bagian tengah blade melengkung ke dalam. Dapathidup
dalam kelompok kecil maupun ada dalam kelompok yang penyebarannya sangat luas.
Sebagian besar berwarna cokelat kekuningan tetapi spesies yang kita temukan
berwara cokelat tua kehitaman. Turbinaria ornate sudah memiliki bagian
seperti tumbuhan tingkat tinggi yaitu memiliki holdfast (bagian menyerupai
akar), stipe (bagian menyerupai batang) dan blade (bagian menyerupai daun).
Di Pantai Kondang merak jenis alga
ini jarang ditemukan. Pernyebaran umum dari alga jenis ini terdapat di daerah
rataan terumbu, menempel pada batu. Alga ini ditemukan kira-kira 30m dari
pinggir pantai. Rhizoid pada Turbinaria ornata akan terlihat menyebar
pada permukaan karang di zona intertidal. Alga jenis ini memiliki
percabangan dikotom.
Secara morfologi Turbinaria
ornata hidup melekat pada batu dan kayu. Dapat juga sebagai spifit pada
talus yang lain. Ganggang ini termasuk bentos. Pada umumnya memiliki warna
kuning merah, cokelat dan abu-abu serta krem. Pada
dinding bagian dalam terdiri atas selulosa dan sebelah luar terdiri atas pektin
serta selnya hanya terdiri atas satu sel. Proses perkembangbiakannya
secara generatif dengan oogami, tidak ada perkembangbiakan secara vegetatif.
Anteridiumnya berupa sel yang mempunyai bentuk corong. Zigotnya membentuk
selulosadan pektin, melekat pada substranya serta mampu tumbuh menjadi individu
yang diploid. Ganggang ini lebih dominan hidup di air laut, akan tetapi ada
beberapa jenis mampu hidup di air tawar (Sulistijono,
2009).
Menurut
literatur Taylor (1960) Tumbuh tersebar luas di perairan Indonesia terutama di
perairan terumbu karang Termasuk jenis algae yang umum di dapat di perairan
Indonesia. Turbinaria ornata merupakan alga tropis yang menyebar hampir
di seluruh perairan tropis termasuk pula Indonesia dan Maluku pada khususnya.
Di Indonesia, Turbinaria ornata menyebar pada beberapa daerah seperti di
perairan sekitar kepulauan Riau, Lampung, Jawa Selatan, Madura, Bali, NTB, NTT,
Sulawesi dan beberapa pulau di Maluku. Awalnya orang hanya memanfaatkan
Turbinaria ornata sebagai bahan makanan yakni sebagai sayur-sayuran dalam
kehidupan sehari-hari.
Kandungan
kimianya adalah alginat dan iodine.Kandungan alginate yang dimiliki Turbinaria
ornata yang diekstraksi secara maksimal sangat bernilai ekonomis. Di Maluku,
Turbinaria ornata dimanfaatkan sebagai bahan baku industry, bahan baku farmasi,
bahan baku kertas sampai bahan makanan. Secara umum, Turbinaria ornata hanya
dimanfaatkan sebagai bahan sayuran biasa yang nilai ekonomisnya masih sangat
rendah (Taylor, 1960).
Kandungan
kimia yang terkandung dalam tubuh Turbinaria ornata adalah alginate dan
iodine.Alginate adalah polisakarida yang berasal dari getah selaput dari alga
coklat Phaeophyta. Di Indonesia alga coklat penghasil alginate yang banyak
dijumpai adalah Sargassum dan Turbinaria. Namun, Turbinaria mempunyai kandungan
asal alginate yang lebih tinggi (20-22%) dari Sargassum (13-18%) (Taylor,
1960).
Manfaat dari
Turbiaria ornata antara lain adalah dalam bidang farmasi alginate digunakan
dalam patologi pencernaan. Turbinaria ornata juga dimanfaatkan untuk bahan
cetakan gigi dan bahan pembersih gigi.Alginate yang terkandung dalam Turbinaria
ornata tidak mengandung racun. Jadi bias digunakan pada industry makanan
seperti pada pembuatan es krim sebagai stabilisator dan mencegah terjadinya
kristal es. Alginate digunakan pada makanan dingin untuk meningkatkan tekstur
selama proses freez-thaw. Alginate juga digunakan sebagai lapisan kertas,
industry kartun tekstil dan cat, keramik, bahan pembuat tablet, alat pengkilap,
juga digunakan dalam plastic, vulcanite fiber, industri kulit imitasi, produk
gelas dan industri (Nybakken, 1992).
Saat ini orang mulai
melirik Turbinaria ornata sebagai bahan baku indutri akibat kandungan
alginate yang terkandung di dalamnya. Namun sangat disayangkan perkembangan
industri pemanfaatan rumput laut di Indonesia belum secanggih negara-negara
lainnya sehingga pemanfaatan sumberdaya rumput laut di Indonesia sebagian
besar hanya sampai kepada tahap eksport bahan baku. Turbinaria ornata
biasanya dieksport ke Filipina dan kemudian akan diolah menjadi beraneka produk
di sana (Nyabakken, 1992).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari uraian sebelumnya
adalah sebagai berikut:
1.
a. Cryptonemia
undulata
Warna talus : merah
Tallus : berbentuk helaian
Bagian-bagian : tallus,
holdfast, blade dan stipe
Habitat : air laut
b. Turbinaria ornata
Warna talus : merah
Tallus : berbentuk helaian
Bagian-bagian : tallus, holdfast, blade dan stipe.
Habitat : air laut
2.
a. Cryptonemia
undulata
Kingdom
: Plantae
Filum
: Rhodophyta
Kelas
: Florideophyceae
Ordo : Gigartinales
Family : Halymeniaceae
Genus : Criptonemia
Spesies : Criptonemia
undulata
b. Turbinaria ornata
Kingdom : Plantae
Divisi
: Phaeophyta
Class :
Phaseophyceae
Ordo : Fucales
Family : Sargassaceae
Genus : Turbinaria
Spesies : Turbinaria ornata
DAFTAR PUSTAKA
Aslan, L. M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta:
Kanisius.
Atmadja,
W.S., Kadi, A., Sulistijo, dan Satari, R. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput
Laut di Indonesia. Jakarta: Puslitbang Oseanologi, LIPI.
Birsyam,
Inge. L. 1992. Botani Tumbuhan Rendah. Bandung: ITB.
Bold,Wyne.
1978. Introduction to The Algae Second Edition. New Delhi: Prenctice
Hall of India
Dawes, C. J. 2000. Marine Botany
A Wiley Interscience. New York: Publication John Wiley & Sons.
Dodge,
J. D. 1973. The Fine Structure of Algae Cells. London: Academic Press.
Iqbal,
Ali. 2008. Sistematika Tumbuhan Cryptogamae. Jakarta: Erlangga
Loveless,
A.R. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 2. Jakarta:
Gramedia.
Marianingsih,
Pipit dkk. 2013. Inventarisasi dan Identifikasi makroalga di Perairan
PulauUntung Jawa. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi
Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia
Pandey, S.N. 1995. A Textbook of
Algae. Jakarta: Vikas Publishing.
Plezar,
Michael J. 1989. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.
Romimohtarto, kasijan, dan sri
juwana. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta:
Djambatan.
Sari,
M.S. 2007. Buku Ajar Botani Tumbuhan
Bertalus Alga. Malang: FMIPA UM.
Sulisetjono.
2009. Bahan Serahan Alga. Malang: UIN Press.
Taylor, W. R. 1960. Marine Algae
of the Eastern Tropical and Subtropical Coast of the Americas. New Yor : Ann Akbor the
University of Michigan Press
Tjitrosoepomo, Gembong. 2009. Taksonomi
Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press
Yudianto,
Suroso Adi. 2006. Penuntun Praktikum Botani Cryptogamae. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar