Senin, 02 Desember 2013

LAPORAN KKL KEANEKARAGAMAN ALGA DI PANTAI KONDANG MERAK MALANG SELATAN



LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN
KEANEKARAGAMAN ALGA DI PANTAI KONDANG MERAK
MALANG SELATAN

Dosen Pengampu :
Drs. Sulisetjono, M.Si
Ainun Nikmati Laily, M.Si

Oleh :
Jauharotul Jannah                    (12620099)
Fina Syifa’una Musthoza        (12620102)
Riadun Ni’mah                       (12620110)
Lailatul Rofi’ah                       (12620111)
Abdullah Jadid                       (12620114)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0e1nkVEAxqw5p4e8B99kuEHjNsemy4us1vzSqutBTb9z2y5-2rz8qngi4LriEKF0L2bppjCnIOVOL31Vm4vF4_ByspVYZJzkrG8xu3sJ9wkdBpBYRFynGvcjpl1UKAnYnqeTm5lGD2eg/s200/UIN+WARNA+Fakultas+SAINTEK.jpg


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2013



KATA PENGANTAR


Bismillahirramanirrahim.
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang dengan anugrah-Nya sempurnalah seluruh kebaikan. Shalawat dan salam semoga selalu terlantunkan untuk sang maha guru kebaikan sekalian manusia, yaitu panutan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang yakni agama Islam.
Laporan KKL ini dapat terwujud atas bantuan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami, sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Ibu Ainun Nikmati Laily, M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu membimbing serta  memberikan saran-saran kepada kami.
2.      Orang tua serta saudara-saudara yang telah memberikan semangat, dorongan, serta bantuan moril maupun materiil hingga terselesaikannya laporan ini.
3.      Pembaca yang bersedia meluangkan waktunya untuk membaca laporan ini.
Penulis menyadari dalam penulisan laporan KKL ini masih terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan sehingga penulis mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak.
Akhirnya, penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin Ya Robbal Alamin.





Malang, 19 Oktober 2013

           
Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Alga merupakan tumubuhan yang belum memilki akar, batang dan daun sejati, tetapi sudah memiliki klorofil sehingga bersifat autotrof. Alga hidup ditempat-tempat yang berair, baik air tawar maupun air laut salah satunya di Perairan Kondang Merak Malang Selatan. Alga atau ganggang merupakan sumber daya nabati sebagai bahan kebutuhan hidup manusia
Pantai Kondang Merak merupakanpantai yang tertutup dari masyarakat luar,bahkan di sebut pantai kota Malang yang terbuang. Terdiri atas sejumlah penduduk yang kehidupan sehari-harinya sangat bergantung  pada sumber daya alam yang terdapat di pantai.
Menurut Sulisetjono (2009) pengetahuan mengenai sel-sel alga, dinding sel, inti, pembelahan, struktur flagel bertambah dengan cepat, khususnya dengan digunakannya teknik-teknik pengamatan yang baru semacam fotografi dengan sinar X, mikroskop elektron, dan sebagainya. Hasil kerja Kylin, Papenfuss, Feldman, dan Svedelius menghasilkan ide-ide baru dalam klasifikasi Phaeophyceae dan Rhodophyceae.
Kelas Phaeophyceae dan Rhodophyceaesecara morfologi dan anatomi diferensiasinya sudah memilki tingkat lebih tinggi di bandingkan dengan alga yang lain. Maka dari itu, perlu dilaksanakannya Kuliah Kerja Lapangan ini. Hal ini dikarenakan supaya mahasiswa tidak hanya memahami pada tataran konsep saja, akan tetapi mengerti pada aplikasinya serta mengetahui langsung hal-hal yang biasa dibicarakan oleh Dosen dan buku di dalam kelas terutama hal habitat alga itu sendiri.

1.2  Tujuan
Tujuan diadakannya Kerja Kuliah Lapangan ini adalah: 
1.      Untuk mengetahui alga yang berhabitat di zona pasang surut Pantai Kondang Merak Malang Selatan khususnya Cryptonemia undulata dan Turbinaria ornata.
2.      Untuk mengidentifikasi makroalga Cryptonemia undulata dan Turbinaria ornate yang berada di Pantai Kondang Merak.





1.3  Manfaat
Hasil dari Kerja Kuliah Lapangan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang dunia laut, sebagai informasi bagi para produsen tentang dunia laut serta dapat memberikan pemahaman bagi mahasiswa tentang  makroalga Cryptonemia undulata dan Turbinaria sp yang ada di Pantai Kondang Merak.



















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 RHODOPHYTA
Rhodophyta adalah alga berwarna merah. Warna merah pada Rhodophyta dikarenakan oleh cadangan fikorietrin yang lebih dominan dibanding pigmen lain. Rhodophyta juga memiliki pigmen lain yaitu klorofil, karotenoid dan pada jenis tertentu terdapat fikosianin (Marianingsih, 2013).
Meskipun namannya seperti itu, tidak semua Rhodophyta berwarna merah. Spesies yang beradaptasi di kedalaman air yang berbeda, berbeda pula perbandingan pigmen asesorisnya. Rhodophyta warnanya hampir hitam di laut dalam, merah cerah pada kedalaman sedang, dan menjadi kehijauan pada air yang sangat dangkal karena lebih sedikit fikoeritrin yang menutupi kehijauan klorofil. Beberapa spesies tidak memiliki semua pigmentasi tersebut dan berfungsi secara heterotrof sebagai parasit pada alga merah lainnya (Campbell, 2003).
Rhodophyta hanya mempunyai satu kelas yaitu Rhodophyceae dengan anak kelas Bangiophycidae dan Florideophycidae. Kedua anak kelas dibedakan berdasarkan pada kelompok. Florideophycidae terdapat noktah sedangkan Bangiophycidae tidak ada. Tetapi menurut Sabbitthah (1999) sekarang telah ditemukan hubungan noktah dan pertumbuhan apikal pada beberapa anggota dari Bangiophycidae di salah satu stadium dalam daur hidupnya, yaitu stadium Conchoselis (suatu stadium filamentik dari Bangiophycidae yang berada di dalam cangkang kerang). Sebaliknya pada beberapa Florideophycidae, misalnya Delleseriaceae (bangsa Ceramiales) dan Corallinaceae (bangsa Cryptonemiales) tidak ditemukan daur hidup yang trifasik, maka dengan alasan tersebut di atas kedua anak kelas tadi telah dihapus hingga pembagiannya langsung ke bangsanya (Loveless, 1989).
         
Habitat
            Pada umumnya hidup di lingkungan air laut, tetapi beberapa ada yang hidup di air tawar, contoh: Batrachospermum. Distribusi luas di seluruh dunia, sebagian besar tumbuh pada batu-batuan karang, beberapa jenis juga epifit pada tumbuhan air kelompok tumbuhan tinggi (Angiosperm) atau pada Rohodophyta yang lain, Phaeophyceae, dan Chlorophyceae (Loveless,1989). 


Susunan Tubuh
              Talus dari alga ini bervariasi mengenai bentuk tekstur dan warnanya. Bentuk talus ada yang silindris, pipih dan lembaran. Rumpun yang terbentuk oleh berbagai sistem percabangan ada yang tampak sederhana berupa filament dan ada pula yang berupa percabangan yang komplek. Warna talus bervariasi merah, ungu, coklat, dan hijau (Loveless, 1989).

Susunan Sel
              Pada umumnya dinding sel terdiri dari dua komponen fibriler awan membentuk rangka dinding dan komponen non fibriler berbentuk matriks. Tipe umum dari komponen fibriler mengandung selulosa, sedangkan non fibriler tersusun dari galaktan atau polimer dan galaktosa seperti agar, karaginin porpiran (Pandey,1995).
              Cadangan makanan pada Rhodophyceae adalah karbohidrat yang tersimpan dalam bentuk granula yang terletak dalam sitoplasma. Granula akan berwarna merah apabila di uji dengan potassium iodide dan disebut tepung floridean. Cadangan makanan lain adalah florodosida. Keistimewaan dan sifat lain Rhodopyceae adalah tidak ada sel yang dilengkapi alat gerak (Pandey, 1995).

Pembagian Anak Kelas Rhodophyta
Pembagian anak kelas rhodophyta yaitu sebgai berikut:
1)      Anak kelas bangieaea (protofloroda)
Talus berbentuk benang, cakram atau pita dengan tidak ada percabangan yang beraturan. Pembiakan vegetatif dengan monospora yang dapat memperlihatkan gerakan ameboid. Anteridium menghasilkan gamet jantan yang disebut spermatium. Dalam golongan ini termasuk suku Bangiaceae, yang membawahi antara lain ganggang tanah Porpyridium cruentum dan ganggang laut Bangia artropurpurea.
2)      Anak kelas  floridae
Talus ada yang masih sederhana, tapi umumnya hampir selalu bercabang-cabang dengan beraturan dan mempunyai beraneka ragam bentuk, seperti benang, lembaran-lembaran. percabangannnya menyirip atau menggarpu. Tiap anteridium menghasilkan satu gamet betina yang oleh karena tidak dapat bergerak tidak dinamakan spermatozoid tetapi spermatium. Gametangium betina dinamakan karpogonium, terdapat pada ujung-ujung cabang lain daripada cabang talus yang mempunyai anteridium. Suatu karpogonium terdiri atas satu sel panjang, bagian bawahnya membesar seperti botol, bagian atasnya berbentuk gada atau benang dan dinamakan trikogen.
Florideae dibagi dalam sejumlah bangsa, diantaranya yaitu:
1.         Bangsa Nemalionales, termasuk suku Helminthocladiacae yang antara lain mencakup Batrachospeermum moniliforme, Bonnemisonia humifera.
2.         Bangsa Gelidiales, termasuk suku Gelidiaceae, misalnya Gelidium cartilagineum dan Gelidium lichenoides, terkenal sebagai penghasil agar-agar.
3.         Bangsa Gigartinales, kebanyakan terdiri atas ganggangang laut. Yang penting ialah suku Gigartinaceae dengan dua warganya yang menghasilkan bahan yang berguna, ialah Chondruscrispus dan Gigartina mamillosa, penghasil karagen atau lumut islandia yang berguna sebagai bahan obat.
4.         Bangsa Nemastomales, dari bangsa ini perlu disebut suku Rhodophyllidaceae yang salah satu warganya terknal sebagai penghasil agar-agar, yaitu Euchema spinosum. Suku Sphaerococaceae, juga mempunyai anggota-anggota yang merupakan penghasil agar-agar pula, diantaranya Gracilaria lichenoides dan berbagai jenis yang termasuk marga Sphaerococcus.
5.         Bangsa Ceramiales, dalam bangsa ini termasuk antara lain suku Ceramiaceae di dalamnya. Contoh, Callithamnion corymbosum.
Pada warga Floridaea lainnya terdapat pergiliran antar tiga keturunan dalam daur hidupnya yaitu:
·         Gametofit yang haploid, yang mempunyai anteridium dan karpogonium.
·         Karposporofit yang diploid, mengeluarkan karpospora diploid.
·         Tetrasporofit, yang habitusnya menyerupai gametofit (keturunan pertama), akan tetapi tidak mempunyai alat-alat seksual melainkan mempunyai sporangium yang masing-masing mengeluarkan 4 spora (tetraspora).

Reproduksi
              Rhodopyceae dapat melakukan reproduksi secara vegetatif, yaitu dengan fragmentasi talusnya. Akan tetapi cara demikian ini hanya terdapat pada beberapa jenis tertentu saja. Rhodopyceae membentuk satu atau beberapa macam spora yang tidak berflagel yaitu karpospora, spora netral, monospora, bispora, tetraspora, atau polispora. Karpospora adalah spora yang terbentuk secara seksual, spora ini terbentuk secara langsung atau tidak langsung dari zigot. Spora-spora lainnya adalah spora aseksual. Spora netral adalah spora yang terbentuk langsung dari sel vegetative yang mengalami metamorfosa. Monospora adalah spora yang terbentuk dalam sporangium yang hanya menghasilkan satu spora saja (Taylor, 1960).
   Menurut Romimohtarto (2001) reproduksi gametik pada Rhodopyceae berbeda dengan golongan alga lainnya dan untuk struktur yang berkaitan dengan reproduksi ini, mempunyai erminology tersendiri. Alat kelamin jantan disebut spermatangium, sel kelamin jantan tidak berflagella disebut spermatium, dalam satu spermatangium hanya dibentuk satu spermatium saja. Alat kelamin betina disebut karpogonium yang terdiri dari satu sel yang di bagian ujung distalnya terdapat tonjolan yang disebut trikhogin, inti terdapat di bagian dasar dari karpogonium. Spermatium yang dibebaskan dari spermatangium terbawa gerakan air sampai trikhogin. Pada tempat menempelnya spermatium terbentuklah lubang kecil sehingga inti dari spermatium dapat masuk ke dalam trikhogin dan berimigrasi ke bagian dasar dari karpogium di mana inti karpogium berada. Kedua inti bersatu dan terbentuklah zygot. Rhodophyceae yang tinggi tingkatannya mempunyai daur hidup dengan pergantian keturunan yang bifasik dan trifasik.
     
Peranan
Alga merah jenis tertentu dapat menghasilkan agar yang dimanfaatkanantara lain sebagai bahan makanan dan kosmetik, misalnya Eucheuma spinosum.Di beberapa negara, misalnya Jepang, alga merah ditanam sebagai sumber makanan. Selain itu juga dipakai dalam industri agar, yaitu sebagai bahan yang dipakai untuk mengeraskan atau memadatkan media pertumbuhan bakteri. Beberapa alga merah yang dikenal dengan sebutan alga koral menghasilkan kalsium karbonat didinding selnya. Kalsium karbonat ini sangat kuat dalam mengatasi terjangan ombak. Kelebihan ini menjadikan alga koral memiliki peran pentingdalam pembentukan terumbu karang.
Selain itu alga merah dapat menyediakan makanan dalam jumlah banyak bagi ikan dan hewan lain yang hidup di laut. Jenis ini juga menjadi bahan makanan bagi manusia misalnya Chondrus crispus (lumut Irlandia) dan beberapa genus Porphyra. Chondrus crispus dan Gigortina mamilosa menghasilkan karagen yang dimanfaatkan untuk penyamak kulit, bahan pembuat krem, dan obat pencuci rambut. Alga merah lain seperti Gracilaria lichenoides, Euchema spinosum, Gelidium dan Agardhiella dibudidayakan karena menghasilkan bahan serupa gelatin yang dikenal sebagai agar-agar. Gel ini digunakan oleh para peneliti sebagai medium biakan bakteri dan fase padat pada elektroforesis gel, untuk pengental dalam banyak makanan, perekat tekstil, sebagai obat pencahar (laksatif), atau sebagai makanan penutup.

2.2 PHAEOPHYTA
Ciri-ciri Umum Phaeophyta
Phaeophyta adalah salah satu ganggang yang tersusun atas zat warna atau pigmentasinya. Phaeophyta adalah alga bewarna coklat. Warna coklat dikarenakan oleh pigmen fikosantin yang dominan. Phaeophyta juga mengandung pigmen lain yaitu klorofil a dan b, karoten serta xantofil. Phaeophyta adalah alga yang mempunyai ukuran lebih besar apabila dibandingkan Chlorophyta dan Rhodophyta(Marianingsih,2013).
Bentuk tubuhnya seperti tumbuhan tinggi. Ganggang coklat ini mempunyai talus (tidak ada bagian akar, batang dan daun), terbesar diantara semua ganggang, ukuran talusnya mulai dari mikroskopik sampai makroskopik dan kebanyakan bersifat autotrof.Tubuhnya selalu berupa talus yang multiseluler yang berbentuk filamen, lembaran atau menyerupai semak (pohon) yang dapat mencapai beberapa puluh meter, terutama jenis-jenis yang hidup didaerah beriklim dingin.
Pheophyta hanya mempunyai satu kelas yaitu Phaeophyceae. Phaeophyceae pada umumnya hidup di laut, hanya beberapa jenis saja yang hidup di air tawar. Sebagian besar Phaeophyceae merupakan unsur utama yang menyusun vegetasi alga di lautan Artik dan Antartika, tetapi beberapa marga seperti Dictyota, Sargassum, dan turbinaria merupakan alga yang khas untuk lautan daerah tropis. Kebanyakan Phaeophyceae hidup sebagai litofit, tetapi beberapa jenis dapat sebagai epifit atau endofit pada tumbuhan lain atau alga makroskopik yang lain (Bold, 1978).

Habitat
Alga coklat ini umumnya tinggal di laut, hanya ada beberapa jenis saja yang hidup di air tawar yang agak dingin dan sedang, terdampar dipantai, melekat pada batu-batuan dengan alat pelekat (semacam akar). Bila di laut yang iklimnya sedang dan dingin, talusnya dapat mencapai ukuran besar dan sangat berbeda bentuknya. Ada yang hidup sebagai epifit pada talus lain. Tapi ada juga yang hidup sebagai endofit. Di daerah subtropis, alga cokelat hidup di daerah intertidal, yaitu daerah literal sampai sublitoral. Di daerah tropis, alga cokelat biasanya hidup di kedalaman 220 meter pada air yang jernih.


Susunan Tubuh 
            Pada umumnya Phaeophyceae memiliki tingkat lebih tinggi secara morfologi dan anatomi diferensiasinya dibandingkan keseluruhan alga. Tidak ada bentuk yang berupa sel tunggal atau koloni (filamen yang tidak bercabang). Susunan tubuh yang paling sederhana adalah filamen heterotrikus. Struktur talus yang paling komplek dapat dijumpai pada alga perang yang tergolong kelompok (Nereocystis, Macricystis, Sargassum). Pada alga ini terdapat diferensiasi eksternal yang dapat dibandingkan dengan tumbuhan berpembuluh. Talus dari alga ini mempunyai alat pelekat menyerupai akar, dan dari alat pelekat ini tumbuh bagian yang tegak dengan bentuk sederhana atau bercabang seperti batang pohon dengan cabang yang menyerupai daun dengan gelembung udara (Bold, 1978).

Susunan Sel
 Dinding sel dari semua Phaeophyceae mempunyai dinding dengan lapisan bagian dalam dan lapisan bagian luar yang mengandung asam alginat dan asam fusinat. Bentuk kloroplas pada kelompok yang rendah adalah bentuk bintang dan lembaran axiler, tetapi pada kelompok yang tinggi berbentuk lembaran parietal dan cakram. Cadangan makanan pada Phaeophyta berupa laminarin, yaitu sejenis karbohidrat yang menyerupai dekstrin yang lebih dekat dengan selulose dari pada zat tepung.selain laminarin juga ditemukan manitol minyak dan zat-zat lainnya. Alat gerak pada Phaeophyceae pada umumnya berupa flagella yang letaknya lateral berjumlah dua dengan ukuran yang berbeda (Bold, 1978).

Reproduksi
            Menurut Dawes (1990) reproduksi dapat dilakukan secara vegetatif, sporik, dan gametik. Reproduksi vegetatif umumnya dilakukan dengan fragmentasi talus. Reproduksi secara sporik melakukan zoospora atau aplanospora yang masing-masing tidak berdinding. Zoospora dibentuk dalam sporangium bersel tunggal (unilokular) atau bersel banyak (plurilokular). Perkembangan dari sporangia yang unilokular dimulai dengan membesarnya sel terminal dari cabang yang pendek. Sporangia terdapat inti tunggal yang mengalami pembelahan meiosis diikuti dengan pembelahan mitosis. Ketika pembelahan inti berhenti, terjadilah celah yang membagi protoplas menjadi protoplas yang berinti tunggal. Masing-masing protoplas mengalami metamorphose menjadi zoospora. Alat reproduksi yang prulilokular juga terbentuk dari sel terminal dari cabangnya. Sel ini mengadakan pembelahan transversal berulang-ulang sehingga terbentuk sederetan sel yang terdiri dari 6-12 sel. Pembelahan sel secara vertikal dimulai dari sel yang letaknya di tengah.
Reproduksi gametik dilakukan secara isogami, anisogami, dan oogami. Gamet bisanya dibentuk dalam gametangia yang plurilokulrer atau yang unilokuler pada gametofit. Zigot yang terbentuk tidak mengalami masa istirahat dan langsung membentuk sporofit setelah terlepas dari gametofit. Pada beberapa bangsa seperti Laminariales reproduksi bersifat oogami. Anterdium bersifat plurilokuler misalnya pada Dictyota dan unilokuler pada Laminaria (Dodge, 1973).

Klasifikasi Phaeophyta
1.      Kelas Isogeneratae
Isogeneratae ini memiliki siklus hidup dengan pergantian isomorfik generasi. Pertumbuhan talus yang mungkin trichothallic, kabisat, atau ketat apikal. Generasi sporophytic dapat menghasilkan zoospora, aplanospore, atau spora netral. Reproduksi seksual dari gametofit mungkin isogamous, anisogamous, atau oogamous. Kelas ini dibagi menjadi lima ordo, yaitu ordo Ectocarpales, Sphacelarialis, Tilopteridales, Cutleriales, dan Dictyotales yang berbeda dari satu sama lain dalam struktur vegetatif, modus pertumbuhan, dan struktur organ reproduksi.
2.      Kelas Heterogeneratae
Heterogeneratae yang memiliki pergantian heteromorphic dari generatioans dan satu di mana sporophyte selalu lebih besar dari gametofit. Sporophyte biasanya ukuran makroskopik dan mempunyai bentuk tertentu; gametophytes selalu berfilamen dan ukuran mikroskopis. Sporophytes dari Heterogeneratae dapat menghasilkan baik zoospora atau spora netral. Reproduksi gametophytes mungkin isogamous, anisogamous, atau oogamous. Menurut struktur vegetatif dari sporophytes Heterogeneratae dibagi menjadi dua subclass yaitu subclass Haplostichineae dan Polystichineae.

3.      Kelas Cyclosporeae 
Cyclosporeae ini memiliki siklus hidup yang di dalamnya tidak ada pergantian hidup bebas generasi multiseluler. Talusnya adalah sporophyte, dan satu dengan spora yang dihasilkan oleh fungsi unilokular sporangia secara langsung sebagai gamet. Gamet serikat selalu dari jenis oogamous. Sporangianya adalah Boren whitin rongga khusus (conceptacles). Conceptacles mungkin terbatas pada tips meningkat dari bercabang (wadah). Selnya membentuk alat kelamin yang disebut konseptakel jantan dan konseptakel betina. Di dalam konseptakel jantan terdapat Anteridium dan di dalam konseptakel betina terdapat oogonium yang menghasilkan ovum. Spermatozoid membuahi ovum yang menghasilkan zigot.
Kelas Cyclosporeae hanya memiliki satu bangsa yaitu Fucales, contoh marga lain misalnya sargassum yang terapung atau melekat pada bebatuan, memiliki gelembung, perkembangbiakan dengan fragmentasi dan hidup di lautan tropika. Fucus mnelekat pada bebatuan, memiliki gelembung, berkembangbiak dengan fragmentasi talus, dan hidup di semua lautan.

Daur hidup
Pada Phaeophyceae terdapat tiga tipe adaur hidup, yaitu:
1.        Tipe isomorfik
Yaitu fase dimana sporofit dan gametofit morfologinya identik. Pada fase ini gametofit dan sporofit mempunyai bentuk dan ukuran yang relatif sama antara yang satu dengan yang lainya. Contoh: Ectocarpales dan Dictyotales.Ectocarpales mempunyai pergantian keturunan yang isomorf dan mempunyai tubuh yang berbentuk filamen yang bercabang membentuk jaringan pseudoparenkimatik. Sporofit mengeluarkan zoospora dan spora netral, sedang gametofit membentuk gamet yang isogami dan anisogami.
2.        Tipe Heteromorfik
Yaitu fase dimana sporofit dan gametofit morfologinya berbeda. Pada tipe ini, sporofit berkembang dengan baik dan berukuran makroskopik, sedangkan gametofitnya berukuran mikroskopik. Bentuk filamen yang lain hanya terdiri dari beberapa sel saja. Misalnya, anggota yang tergolong dalam bangsa Laminariales. Anggota dari beberapa laminaries mempunyai pergantian keturunan yang heteromorfik dengan sporofit yang selalu lebih besar dari pada gametofitnya yang ukurannya selalu mikroskopik. Dari marga ke marga gametofik ini identik satu sama lainya, sehingga yang tampak di lapangan adalah sporofitnya. Pengetahuan yang menyangkut gametofik dari ganggang ini diperoleh dengan menggunakan kultur yang dimulai dari zoospora yang dikeluarkan oleh sporanya yang unilokular. Pada umumnya nerupakan jenis tahunan. Sporofit terbagi menjadi alat pelekat, tangkai dan helaian. Alat pelekat umumnya merupakan cabang-cabang yang dikotom disebut haptera. Tangkai tidak bertangkai, silindris atau agak memipih, diujung tangkai ini terdapat helaian yang utuh atau berbagi vertikal menjadi beberapa segmen. Tangkai terdiri dari medula (bagian tengah) dan korteks (bagian tepi) dikelilingi selapis sel menyerupai epidermis.

3.        Tipe Diplontik
Tipe ini tidak menunjukkan adanya pergantian keturunan. Siklus hidupnya bersifat diplontik. Fase haploid hanya terdapat pada gametnya. Contoh: Fucales. Diantara jenis-jenis Phaeophyceae, golongan fucales ini adalah unik karena tidak mempunyai keturunan yang membentuk spora. Disini hanya ada satu keturunan yaitu tubuh yang diploid, dengan demikian tidak mempunyai pergantian keturunan. Meiosis terjadi sebelum gametogénesis, jadi yang bersifat haploid hanya gametnya. Adapula yang menganggap keturunan yang diploid tadi sebagai sporofit dan spora yang dihasilkan sporangianya akan berfungsi sebagai gamet. Gamet jantan (anterozoid) berflagella dua buah yang letaknya dibagian lateral yang dibentuk dalam anteredium. Gamet betina berupa sel telur yang dibentuk dalam oogonium. Jadi perkembangbiakannya secara oogami. Anteredium atau oogonium dibentuk dalam konseptakel. Pada umumnya terkumpul dalam satu cabang yang menggelembung, cabang-cabang ini disebut reseptakel. Bangsa ini terdiri dari tiga suku yaitu: Fucaeae, Cystoseiraceae, dan Sargasseaceae.

Peranan
Peranan Phaeophyta dalam kehidupan yaitu (Iqbal, 2008):
1.      Phaeophyta dapat dimanfaatkan dalam industry makanan.
2.      Phaeophyta sebagai sumber alginat banyak dimanfaatkan dalam dunia industri tekstil untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas bahan industri, kalsium alginat digunakan dalam pembuatan obat-obatan, senyawa alginat juga banyak digunakan dalam produk susu dan makanan yang dibekukan untuk mencegah pembentukan kristal es. Dalam industri farmasi, alginat digunakan sebagai bahan pembuat bahan biomaterial untuk teknik pengobatan.
3.      Phaeophyta dapat digunakan sebagai pupuk organik karena mengandung bahan-bahan mineral seperti potassium dan hormom seperti auxin dan sylokinin yang dapat meningkatkan daya tumbuh tanaman untuk tumbuh, berbunga dan berbuah.
4.      Sargassum polycystum merupakan sumber penghasil alginat. Alginat merupakan polimer organik yang tersusun dari dua unit monomer yaitu L-asam guluronat dan D-asam manuronat. Polimer alginat yang bersifat koloid, membentuk gel, dan bersifat hidrofilik menyebabkan senyawa ini dimanfaatkan sebagai emulsifying agent, thickening agent, dan stabilizing agent.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Waktu dan Tempat
Study lapangan keanekaragaman alga ini dilaksanakan pada hari sabtu dan minggu pada tanggal 12-13 Oktober 2012. Pengamatan alga dilakukan pada sore hari pukul 15.30-16.00 WIB dan juga pagi hari sekitar pukul 05.00 WIB. Pengamatan alga ini bertempat di daerah Malang bagian selatan, tepatnya di pantai Kondang Merak yang berada di Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang.

3.2 Alat dan Bahan
3. 2.1 Alat
          Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1)         Alat tulis
2)         Buku Panduan
3)         Ice box
4)         Alat dokumentasi
5)         Plastik
6)         Toples

3.2.2 Bahan
       
                        Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1)         Sampel makroalga
2)         Larutan herbarium (aquades+ formalin)
3)         Es batu
4)         Kertas label

2.3     Cara Kerja
Langkah-langlah yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Dilakukan penelitian 1 pada sore hari
2.      Diukur alga yang ditemukan dengan menggubakan  penggaris
3.      Diambil gambar alga pada habitat aslinya dengan menggunakan camera dan sebagian alga diambil dari habitatnya untuk di identifikasi
4.      Dimasukkan semua jenis alga yang ditemukan ke dalam ice box
5.      Di hari kedua, Di identifikasi spesies alga yang ditemukan
6.      Di beri label pada kertas folio, kemudian di foto dan dimasukkan kedalam plastik kemudian di beri label kembali
7.      Di masukkan kembali ke dalam ice box
8.      Diawetkan dengan formalin 5%
9.      Dimasukkan alga ke dalam toples dan diberi label nama spesies pada masing-masing toples yang telah disediakan



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Cryptonemia undulata
4.1.1 Gambar hasil pengamatan
Gambar hasil pratikum
Gambar Literatur









http://is.gd/hdR2Sn

Keterangan:
Warna talus                 : merah
Tallus                           : berbentuk helaian
Bagian-bagian             : tallus, holdfast, blade dan stipe
Habitat                                    : air laut

4.1.2 Klasifikasi
Kingdom: Plantae
Divisi: Rhodophyta
Kelas: Rhodophyceae                                                                                           
Ordo: Cryptonemiales
Famili: Cryptonemiceae
Genus: Cryptonemia
`                                                                       Spesies: Cryptonemia undulata



4.1.3 Pembahasan
Dari pengamatan yang telah dilakukan oleh pratikan Cryptonemia undulate memiliki talus berwarna merah memudar , mempunyai  membran dan tulang rawan, dengan sangat berombak cabang atas, lateral bercabang tidak teratur, berbentuk lembaran, dengan batang bercabang panjang 1-10 cm dan 1-2 mm luas terbentuk oleh hilangnya lamina dari pelepah yang meluas ke bagian bawah daun ; proliferations dari pelepah umum. Holdfast diskoid ke kerucut, 2 stellata sel tidak ada atau langka, pelepah dibentuk oleh perkembangan baris vertikal sel dari sel-sel korteks luar.
Menurut literatur Geraldton, W (1994) sesuai dengan pengamatan bahwa Cryptonemia undulata memiliku talus berwarna merah memudar, mempunyai  membran dan tulang rawan, tinggi talus 5-22 cm, dengan sangat berombak cabang atas, lateral bercabang tidak teratur, luas 5-10 mm , 80-180, berbentuk lembaran, dengan batang bercabang panjang 1-10 cm dan 1-2 mm luas terbentuk oleh hilangnya lamina dari pelepah yang meluas ke bagian bawah daun; proliferations dari pelepah umum. Holdfast diskoid ke kerucut , 2 stellata sel tidak ada atau langka, pelepah dibentuk oleh perkembangan baris vertikal sel dari sel-sel korteks luar, habitat di laut  dalamnya 1 m-38 m.
Reproduksi secara seksual thallus secara fragmentasi, alat reproduksinya terdapat pada gamet  betina cabang yang atas, timbul dalam medula luar. Carpogonial cabang disambut ampulla kecil, dengan 1-5 filamen sekunder . Disambut ampullae Auxiliary sel yang lebih besar, dengan beberapa filamen sekunder panjang menjangkau hampir ke permukaan talus. Carposporophytes 80-160 m dengan sel basal gigih tambahan , sedikit penutup dan ostioles kecil. Spermatangia tidak diamati. Tetrasporangia jarang tersebar di korteks luar dalam jaringan sel 3-4 beraturan tebal dikembangkan dari sel-sel asli luar kortikal, 20-30 m panjang dan 8-12 (-15) m diameter, tidak teratur cruciately dibagi (Geraldton, 1994).





4.2 Turbinaria ornata
4.2.1 Gambar hasil pengamatan
Gambar hasil pratikum
Gambar literatur
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeBMR65YILdDsRQPfZ4nsNAesE0qhx5IcZXBiuw_Gd0V9EfPQKS0XOOro642bnoXlImYDaOWjK0T2LGDTYs0TWRz8qgzqoAo-Kcq7gADcMb24jW29uBXoaQcoWkzOwQ42u_5phFk6oiJA/s200/Turbinaria+ornata2.jpg





(Bold, 1978)
Keterangan:
Warna talus     : merah
Tallus               : berbentuk helaian
Bagian-bagian : tallus, holdfast, blade dan stipe.
Habitat                        : air laut

4.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Turbinaria ornata  menurut Bold  (1978):
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Phaeophyta
Class                : Phaseophyceae
Ordo                : Fucales
Family             : Sargassaceae
Genus              : Turbinaria
Spesies            : Turbinaria ornata

4.2.3 Pembahasan
Turbinaria ornata memiliki struktur thalus  agak keras atau kaku, tebal, serta  tubuh yang  tegak. Thalusnya bulat pada batang dan gepeng pada cabang. Perbedaan dengan jenis lainnya, jenis ini memiliki blade  yang umumnya seperti corong dengan pinggir bergerigi. Karakteristik jenis ini adalah pinggir bladeya membentuk bibir dengan bagian tengah blade melengkung ke dalam. Dapathidup dalam kelompok kecil maupun ada dalam kelompok yang penyebarannya sangat luas. Sebagian besar berwarna cokelat kekuningan tetapi spesies yang kita temukan berwara cokelat tua kehitaman. Turbinaria ornate sudah memiliki bagian seperti tumbuhan tingkat tinggi yaitu memiliki holdfast (bagian menyerupai akar), stipe (bagian menyerupai batang) dan blade (bagian menyerupai daun).
Di Pantai Kondang merak jenis alga ini jarang ditemukan. Pernyebaran umum dari alga jenis ini terdapat di daerah rataan terumbu, menempel pada batu. Alga ini ditemukan kira-kira 30m dari pinggir pantai. Rhizoid pada Turbinaria ornata  akan terlihat menyebar pada permukaan karang di zona intertidal. Alga jenis ini memiliki percabangan dikotom.
Secara morfologi Turbinaria ornata hidup melekat pada batu dan kayu. Dapat juga sebagai spifit pada talus yang lain. Ganggang ini termasuk bentos. Pada umumnya memiliki warna kuning merah, cokelat dan abu-abu serta krem. Pada dinding bagian dalam terdiri atas selulosa dan sebelah luar terdiri atas pektin serta selnya hanya terdiri atas satu sel. Proses perkembangbiakannya secara generatif dengan oogami, tidak ada perkembangbiakan secara vegetatif. Anteridiumnya berupa sel yang mempunyai bentuk corong. Zigotnya membentuk selulosadan pektin, melekat pada substranya serta mampu tumbuh menjadi individu yang diploid. Ganggang ini lebih dominan hidup di air laut, akan tetapi ada beberapa jenis mampu hidup di air tawar (Sulistijono, 2009).
   Menurut literatur Taylor (1960) Tumbuh tersebar luas di perairan Indonesia terutama di perairan terumbu karang Termasuk jenis algae yang umum di dapat di perairan Indonesia. Turbinaria ornata merupakan alga tropis yang menyebar hampir di seluruh perairan tropis termasuk pula Indonesia dan Maluku pada khususnya. Di Indonesia, Turbinaria ornata menyebar pada beberapa daerah seperti di perairan sekitar kepulauan Riau, Lampung, Jawa Selatan, Madura, Bali, NTB, NTT, Sulawesi dan beberapa pulau di Maluku. Awalnya orang hanya memanfaatkan Turbinaria ornata sebagai bahan makanan yakni sebagai sayur-sayuran dalam kehidupan sehari-hari.
Kandungan kimianya adalah alginat dan iodine.Kandungan alginate yang dimiliki Turbinaria ornata yang diekstraksi secara maksimal sangat bernilai ekonomis. Di Maluku, Turbinaria ornata dimanfaatkan sebagai bahan baku industry, bahan baku farmasi, bahan baku kertas sampai bahan makanan. Secara umum, Turbinaria ornata hanya dimanfaatkan sebagai bahan sayuran biasa yang nilai ekonomisnya masih sangat rendah (Taylor, 1960).
Kandungan kimia yang terkandung dalam tubuh Turbinaria ornata adalah alginate dan iodine.Alginate adalah polisakarida yang berasal dari getah selaput dari alga coklat Phaeophyta. Di Indonesia alga coklat penghasil alginate yang banyak dijumpai adalah Sargassum dan Turbinaria. Namun, Turbinaria mempunyai kandungan asal alginate yang lebih tinggi (20-22%) dari Sargassum (13-18%) (Taylor, 1960).
Manfaat dari Turbiaria ornata antara lain adalah dalam bidang farmasi alginate digunakan dalam patologi pencernaan. Turbinaria ornata juga dimanfaatkan untuk bahan cetakan gigi dan bahan pembersih gigi.Alginate yang terkandung dalam Turbinaria ornata tidak mengandung racun. Jadi bias digunakan pada industry makanan seperti pada pembuatan es krim sebagai stabilisator dan mencegah terjadinya kristal es. Alginate digunakan pada makanan dingin untuk meningkatkan tekstur selama proses freez-thaw. Alginate juga digunakan sebagai lapisan kertas, industry kartun tekstil dan cat, keramik, bahan pembuat tablet, alat pengkilap, juga digunakan dalam plastic, vulcanite fiber, industri kulit imitasi, produk gelas dan industri (Nybakken, 1992).
  Saat ini orang mulai melirik Turbinaria ornata sebagai bahan baku indutri akibat kandungan alginate yang terkandung di dalamnya. Namun sangat disayangkan perkembangan industri pemanfaatan rumput laut di Indonesia belum secanggih negara-negara lainnya sehingga pemanfaatan sumberdaya rumput laut di Indonesia sebagian besar  hanya sampai kepada tahap eksport bahan baku. Turbinaria ornata biasanya dieksport ke Filipina dan kemudian akan diolah menjadi beraneka produk di sana (Nyabakken, 1992).




BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari uraian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1.                  a. Cryptonemia undulata
Warna talus           : merah
Tallus                     : berbentuk helaian
Bagian-bagian       : tallus, holdfast, blade dan stipe
Habitat                  : air laut

b. Turbinaria ornata
Warna talus           : merah
Tallus                     : berbentuk helaian
Bagian-bagian       : tallus, holdfast, blade dan stipe.
Habitat                  : air laut

2.                  a. Cryptonemia undulata
Kingdom : Plantae
Filum      : Rhodophyta
Kelas   : Florideophyceae
Ordo    : Gigartinales
Family   : Halymeniaceae
Genus    : Criptonemia
Spesies   : Criptonemia undulata

b. Turbinaria ornata
Kingdom : Plantae
Divisi     : Phaeophyta
Class    : Phaseophyceae
Ordo    : Fucales
Family  : Sargassaceae
Genus : Turbinaria
Spesies  : Turbinaria ornata
DAFTAR PUSTAKA

Aslan, L. M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius.
Atmadja, W.S., Kadi, A., Sulistijo, dan Satari, R. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut di Indonesia. Jakarta: Puslitbang Oseanologi, LIPI.
Birsyam, Inge. L. 1992. Botani Tumbuhan Rendah. Bandung: ITB.
Bold,Wyne. 1978. Introduction to The Algae Second Edition. New Delhi: Prenctice Hall of India
Dawes, C. J. 2000. Marine Botany A Wiley Interscience. New York: Publication John Wiley & Sons.
Dodge, J. D. 1973. The Fine Structure of Algae Cells. London: Academic Press.
Iqbal, Ali. 2008. Sistematika Tumbuhan Cryptogamae. Jakarta: Erlangga
Loveless, A.R. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 2. Jakarta: Gramedia.
Marianingsih, Pipit dkk. 2013. Inventarisasi dan Identifikasi makroalga di Perairan PulauUntung Jawa. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia
Pandey, S.N. 1995. A Textbook of Algae. Jakarta: Vikas Publishing.
Plezar, Michael J. 1989. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.
Romimohtarto, kasijan, dan sri juwana. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta: Djambatan.
Sari, M.S. 2007. Buku Ajar Botani Tumbuhan Bertalus Alga. Malang: FMIPA UM.
Sulisetjono. 2009. Bahan Serahan Alga. Malang: UIN Press.
Taylor, W. R. 1960. Marine Algae of the Eastern Tropical and Subtropical Coast of the    Americas. New Yor : Ann Akbor the University of Michigan Press
Tjitrosoepomo, Gembong. 2009. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta:  UGM Press
Yudianto, Suroso Adi. 2006. Penuntun Praktikum Botani Cryptogamae. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar